Kisruhnya pemerintah Indonesia dengan PT Freeport Indonesia (PTFI) sepertinya akan berjalan cukup lama.
Apalagi adanya pernyataan dari Presiden Direktur Freeport McMoran Inc yang menyatakan akan tetap berpegang teguh pada perjanjian lamanya, yakni Kontrak Karya (KK).
Menanggapi hal tersebut, anggota Komisi VII DPR RI, Falah Amru, mengatakan, permasalahan ini berakar pada aturan mengenai kewajiban hilirisasi pertambangan dalam negeri yang tertuang dalam Undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang mineral dan batubara.
Namun, pada kenyataannya, banyak revisi peraturan menteri dan peraturan pemerintah yang akhirnya memperbolehkan PTFI untuk ekspor.
Tetapi, keputusan tersebut tetap terbentur aturan lama, sehingga PTFI tetap merasa dirugikan oleh aturan tersebut.
"Jika Permen (Peraturan Menteri) nomor 05 dan 06 direvisi sesuai Kepmen (Keputusan Menteri), maka pemegang IUP (Izin Usaha Pertambangan) wajib melakukan pemurnian. Tetapi, akan diserang terus, karena bertentangan dengan PP 77 tahun 2014," kata Falah dalam keterangan tertulisnya kepada Kompas.com, Rabu (22/2/2017).
Dengan banyaknya aturan yang bertentangan tersebut, menurutnya, tujuan kembali ke tafsir UU nomor 4 tahun 2009 tidak akan tercapai.
Yaitu, menciptakan kegiatan pertambangan untuk devisa masuk dan lapangan kerja tidak akan tercapai.
"Tujuan mewujudkan industri logam dasar tidak akan tercapai dan akan berakhir pada kegagalan lagi," tambahnya.
Oleh karena itu, politisi PDIP ini menyarankan, pemerintah sebaiknya tetap berpegang teguh pada UU Minerba, sehingga kepentingan dalam negeri bisa terwujud.
TAGs: Said Aqil Siraj Trinny Woodall Kirtly Parker Jones Ji Soo Nam Joo Hyuk Nyale Pennsylvania Duquesne Addie MS Pasukan Oranye Snapchat Kasus Papa Minta Saham Arcandra Tahar Minzy Jay Park Member 2NE1 Scott Pernicka Kementerian Perdagangan Ryan Giggs Dede Sunandar
Home » News » Nasional
Terungkap! Inilah Akar Masalah Kemelut Freeport versi DPR
Rabu, 22 Februari 2017 18:52
Terungkap! Inilah Akar Masalah Kemelut Freeport versi DPR
KOMPAS/PRASETYO
Pemandangan area tambang Grasberg Mine di Kabupaten Mimika, Papua, yang dikelola PT Freeport Indonesia. Lubang menganga sedalam 1 kilometer dan berdiameter sekitar 4 kilometer itu telah dieksploitasi Freeport sejak tahun 1988. Hingga kini, cadangan bijih tambang di Grasberg Mine tersisa sekitar 200 juta ton dan akan benar-benar habis pada 2017.
"Dalam BAB XIII aturan ini (UU Minerba) tegas dijelaskan bahwa pemegang IUP dan IUPK wajib meningkatkan nilai tambah mineral. Jika ada industri pengolahan (smelter), maka pemegang IUP dan IUPK wajib memenuhi kebutuhan industri ini," terangnya.
Kemudian, dalam BAB XXV Pasal 170 juga tegas dikatakan bahwa pemegang kontrak karya yang telah berproduksi wajib melakukan pemurnian selambat-lambatnya lima tahun setelah diundangkan (2009).
"Artinya, kewajiban melakukan pemurnian hanya bagi pemegang KK seperti Freeport, PT NTT dan PT Vale. Konsentrat PT Freeport Indonesia yang kadar Cu 25 persen dilebur menjadi logam Cu 99 persen," pungkasnya. (Kompas.com/Iwan Supriyatna)
Freeport Hanya Sumbang Segini untuk Negara, TKI Bahkan Lebih Besar
Penerimaan negara dari PT Freeport Indonesia ternyata tidak lebih besar dibanding dengan penerimaan dari sektor lainnya.
Melansir dari Kompas.com, hal tersebut diungkapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan, saat mengisi Kuliah Tamu dan Workshop Capasity Building Energi Baru Terbarukan (EBT) oleh Pemuda Muhammadiyah di Hall Dome Universitas Muhammadiyah Malang, Selasa (21/2/2017).
"Penerimaan negara dari cukai rokok itu tahu enggak? Cukai rokok di Indonesia berapa sekarang? Rp 139,5 triliun satu tahun. Nah, Freeport ini yang bayar Rp 8 triliun saja rewel banget," ungkapnya.
Hal ini disampaikan Jonan terkait ancaman dari Freeport McMoran Inc yang ingin menggugat Pemerintah Indonesia ke arbitrase internasional terkait penerbitan aturan yang mewajibkan Freeport menaati perubahan status kontrak karya (KK) ke izin usaha pertambangan khusus (IUPK).
Jonan mengatakan, penerimaan negara dari Freeport tidak lebih besar dibanding industri rokok, devisa tenaga kerja Indonesia, dan PT. Telkom.
Dihimpun oleh TribunWow.com, inilah daftar penerimaan dari empat sumber penerimaan negera tersebut.
1. PT Freeport
PT Freeport telah membayarkan royalti dan pajak ke Indonesia selama 25 tahun.
Dalam kurun waktu tersebut, Ignasius Jonan menyebutkan, PT Freeport Indonesia telah membayarkan royalti dan pajak sebesar Rp 214 triliun.
Dari hitungan tersebut, diketahui bahwa Freeport memberikan kontribusi Rp 8 triliun per tahunnya untuk negara.
2. Industri Rokok
Menurut Jonan, sebesar Rp 139,5 triliun penerimaan negara diperoleh dari cukai rokok di Indonesia.
Namun, pernyataan Jonan tersebut diprotes oleh Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).
Tulus mengatakan, penerimaan negara sebesar Rp 135 trilyun bukan dibayar oleh industri rokok, tapi dibayar oleh konsumen rokok.
3. Devisa Tenaga Kerja Indonesia
Ignasius Jonan juga membandingkan pendapatan Freeport dengan devisa negara dari tenaga kerja Indonesia (TKI).
Penerimaan negara dari devisa TKI mencapai Rp 144 triliun pada tahun 2015.
Jonan menganggap angka itu tidak sebanding dengan penerimaan Freeport.
4. PT. Telkom
Kemudian, Jonan membandingkan pendapatan Freeport dengan PT Telkom.
PT Telkom, menurut Jonan telah menyumbangkan sebanyak Rp 20 triliun terhadap penerimaan negara.
Jonan juga mengingatkan kepada Freeport agar lebih proporsional jika ingin membuat ribut.
"Kalau PT Telkom bayar ke negara, pajak dan sebagainya itu Rp 20 triliun. Freeport hanya bayar Rp 8 triliun. Jadi, tolong kalau diprotes-protes, saya terima kasih. Bapak-bapak, Saudara-saudara, kita juga kasih tahu ke Freeport, tolong kalau ribut yang proporsional," ujarnya. (Tribunwow.com/Fachri Sakti Nugroho)
No comments:
Post a Comment